BAB 3
Tuan Najwan merenung sampul surat berwarna putih
yang sedikit kusam itu. Lama. Sambil hatinya mencari kekuatan untuk membuka dan
membaca kirim terakhir Hajar padanya. Namun kekuatan itu masih belum kunjung
tiba. Akhirnya surat itu di letakkan ke dalam laci yang berkunci rapat. Bersama
sampul surat yang lain.
Lima belas tahun berlalu, hatinya masih tak jumpa
kekuatan yang dia cari. Saban tahun dia akan berhadapan dengan rasa takut
menanti sekeping surat yang pasti akan muncul buat peneman hari jadi Hanni.
Saban tahun juga dia akan tewas dengan rasa takut itu. Takut kalau surat yang
dikirimkan Hajar mengesahkan tuduhannya pada satu-satunya wanita yang penah dia
cintai dengan sepenuh hati.
HAJAR. Sepotong nama yang penah terlakar dalam di
hatinya. Gadis pertama yang mencuri hatinya dan menjadi ratu dalam hidupnya.
Hajar, wanita yang cukup menawan dengan bening mata yang cukup indah.
Cukup setahun dia kenali wanita itu, hatinya sudah
cukup yakin menjadikan Hajar sebagai peneman hidup yang halal. Bahagia
menyelimuti pernikahan yang berbenih dengan rasa cinta yang cukup dalam. Dia
berusaha keras untuk keluarga kecilnya. Berikan segalanya buat wanita yang dia
sayangi.
Namun segala usaha dan kasih sayangnya dibalas
dengan kecurangan. Isterinya sanggup menggadaikan kepercayaannya. Lemah dia
menghadapi ujian yang maha hebat itu. Tiada apa yang boleh dia lakukan selain
melepaskan satu-satu wanita yang dia cintai. Memaafkan? Tak bisa dia maafkan
kelukaan yang Hajar berikan padanya. Tak Mungkin.
TAK MUNGKIN. Biarpun dia tahu hatinya masih
berharap. Masih berharap apa yang dia lihat malam itu tidak benar. Berharap
segalanya hanya mimpi. Berharap Hajar tak mencuranginya.
Tuan Najwan memejamkan mata. Rasa sakit itu
mencucuk kembali. Kali ini lebih dalam lagi.
No comments:
Post a Comment